Wednesday, June 26, 2013

Yogyakarta

Yogyakarta memberikan saya karma, lagi.

Lima hari ke belakang, saya datang ke kota ini, dan kunjungan kali ini cukup memperbaiki hubungan saya dan Yogya yang tidak pernah baik-baik saja. 
dari dulu Yogyakarta tidak pernah berhasil memikat hati saya, tidak pernah membuat saya kerasan, tidak pernah memberikan saya kenangan yang istimewa. Tiap saya ke sana, ya.. gitu-gitu aja.

Entah kenapa, dari dulu hubungan kami tidak pernah bisa harmonis. Saya tidak pernah suka kota itu. Kalau ada perbincangan tentang liburan dan Yogya ada di opsi itu, saya selalu akan menjawab, "Enggak! Kalo liburannya ke sana aku enggak akan ikut." dan orang-orang yang saya ceritakan tentang hal ini pasti selalu bertanya;
1. apakah ada hal buruk yang pernah terjadi di sana?
2. apakah ada kenangan yang bikin galau? putus misalnya, atau apapun tentang percintaan?

nomor satu dan dua jawabannya sama, tidak.

3. Jadi kenapa  bisa segitu sebelnya?

Jadi kenapa? ya gitu aja. Jawaban saya beserta alasannya akan selalu 'ya gitu aja.' Gitu aja, karena saya enggak suka panas dan enggak suka manis. Sebenarnya, first impression saya lah yang membuat hubungan ini memburuk. Saya enggak pernah suka gudeg, udara panas, dan makanan manis, yang justru dengan mudah bisa ditemui di sana. saya selalu tersiksa makan di sana kalau makan, selalu dengan catatan berulang "Mas jangan manis ya." atau, "bisa minta garam?"

Dan liburan sekarang, setelah dari pantai, papa saya ngajak liburan, alih-alih Bali yang diharap, telinga saya malah mendengar "Teh ke Yogya yuk, lima hari." 
Iya, lima hari. Langsung terbayang betapa saya akan mengeluh selalu ingin pulang.
Karma lagi.  Destinasi yang (sebenarnya) paling saya hindari untuk (setiap) liburan, malah dikunjungi.
Dengan alasan kesibukan Papa yang super, akhirnya saya mengiyakan. 

Dan kami memutuskan untuk sedikit mencoba memperbaiki hubungan ini.

Selain dari hotelnya yang memang, amat-sangat-super-pewe, saya memperhatikan sedikit tentang Yogyakarta yang bikin saya bangga. Kota pelajar memang pantas disandang untuk dia, serius. Tidak ada satu baligo, pamflet, papan-papan ruko yang tulisannya typo. Mau warung nasi atau kios rokok sekecil apapun. Saya tidak menjumpai kesalahan-kesalahan penulisan yang acapkali dilihat di Bandung, tidak ada vermak jins, gorden, fhotocopy, tehniker gigi, dan lain lain. Sepertinya, kalau masuk kelas bu Rosida, Yogya bab EYD lulus dengan nilai A. Senang lihatnya, well educated semua. Terlepas gimanapun caranya. Yap, sedikit menggambarkan bahwa memang di sana pendidikan enggak pandang bulu, ya merata. semua sepertinya tahu penulisan yang baik dan benar.
Candi-candinya yang cantik. Sudah jelas. Saya kemarin ke Prambanan. Akhirnya. Setiap ke Yogya candi ini tidak pernah dilirik sama sekali. Sebenarnya mungkin karena enggak ada kesempatan. Pengecualian, karena pada dasarnya saya cinta kebudayaan, sendratari dan sebundel kisah perwayangan yang Ia punya, memang selalu bikin horny. Saya betah berlama-lama diam ngelihatin emak-emak lagi nge-batik, atau khas bau dupa dari Mirota dan Raminten, juga debu museum-museum, keraton, ya pokok'ne yang gitu gitu...

Sebalnya, tahun ini, Yogya punya hal yang saya cintai. Satu-satunya.

Kedua sahabat saya kuliah di kota ini. Dan itulah yang membuat saya bertujuan dan akhirnya mau liburan ke Yogya. Iya, cuma ini. 'Cuma' sekedar mengunjungi mereka yang memang akan-selalu-jarang-sekali dan amat-sangat-susah-sekali diberi kesempatan untuk bertemu. Mungkin terakhir kali kami berkumpul, kurang lebih setahun yang lalu. Dan kemarin, kami mengadakan pertemuan kecil. Hanya makan malam sederhana.
Tenang rasanya melihat kedua sahabat saya menggemuk di Yogya, sahabat saya yang satu naik tujuh kilo, yang satunya lagi mengeluh jerawatan. Yang satu mengeluh susah move on, yang satu masih awet LDR karena pacarnya sekarang ada di Jambi. Selebihnya tidak ada yang berubah. Dekat dengan mereka, satu sofa, satu kota, nyamannya masih dan akan tetap selalu sama. Bahagianya, melihat mereka yang juga bahagia dan betah di Yogya. Selalu ada takdir kecil yang entah darimana datangnya, tiap pertemuan, selalu saja kami mengenakan hal yang sama. Dan untuk makan malam kali ini, softlense kami sama, dan warnanya sama juga. Saya sadar dan kami pun tertawa.

Tidak ada yang lebih hangat dari sekedar tertawa dan curhat-curhat kecil dengan sahabat.

Yogya, saya minta kamu rawat, kamu jaga kedua sahabat saya baik-baik, ya. Saya makin sebal sama kamu, saya cemburu, kamu sekarang punya apa yang saya cinta. 
Huh.

Kabar baiknya, hubungan saya dan Yogya sedikit baik, sedikit saja, ya. Kabari kalau semua makanan di sana sudah asin, dan udaranya sesejuk Bandung.



2 comments: