Sunday, January 12, 2014

Setelah Petang Pergi dan Merona Ternyata Tidak Bisa Biasa.

Merona terbangun, Petang terbangun. Merona menyisakan sedikit pertanyaan yang terkepul di asbak meja kerja. Petang terbangun karena turbulensi. Petang kembali ke Bali pukul lima kini. Gerimis merimbun sedikit. Merona senang karena hujan mau bermain-main sampai tempat tinggalnya ini. Petang tidak tahu, Merona dan rasa rindu redup remang untuk disambut. Merona masih disinggahi mimpi. Mimpinya dan Petang lagi.  Merona berharap gerimis mengerti pada siapa rindu ini ditempati. Petang kembali ingat Merona, antara tidur dan terjaga.

And I... I still miss you.

7.
Petang membuat Merona semakin gila. Seharusnya tidak ada harapan apa-apa setelah Merona bertemu Petang. Hanya satu malam biasa dan laki-laki yang tidak istimewa. Malam tidak terlucuti kemarin. Merona berderai tawa di wajah Petang. Juga pada Petang. Jejaknya tidak ingin cepat-cepat hilang. Seolah waktu terselip pada saku kemeja yang pelan-pelan dibuka. Petang membawa bianglala jatuh ke ranjang. Mereka berdua mendekap gigil. Menyurutkan malam dan menghadiahkannya pada Merona. Di kepala Merona ada airterjun yang menjuntai turun. Petang bebas berloncatan, Merona merebah tesengal.   
Merona berharap gerimis mengerti pada siapa rindu ini ditempati.

And I... I still miss you.


8.
Merona Mariana. 
Merona Mariana. Namanya didapat di sampul belakang buku yang menjadi teman Petang minum kopi. Perempuan itu, fotonya sama persis. Iya, itu kau Merona! Perempuan yang tempatnya kusinggahi kemarin malam. Perempuan yang dengan rambut ikalnya menarik aku untuk menyapa meja di ujung sebuah bar ibukota. Merona yang harusnya gampang dilupa. Oh Merona Mariana. Uurusan pekerjaanku di Bali hampir saja hilang nyaris kutinggalkan gegaramu. Penulis rupanya. Cuaca di luar pesawat dan ingatannya tentang Merona, mengantar Petang kembali tidur pulas. Mimpinya kian meluas. Petang kembali ingat Merona, antara tidur dan terjaga.

And I.. I Still miss you

9.
Suatu sore selampir suara Petang di telepon genggam Merona;
Iya katanya, Iya aku akan segera kembali ke kotamu. Walaupun sesak jalannya. Tapi katanya Ia pun sedikit ada memikirkan aku. Untuk bertemu kamu kembali. Tambahnya. Ya sudahlah, Petang. Minggu depan kita bertemu. Akan kuajak kau berjalan-jalan lima atau enam jam lamanya. Mampir ke tempatku, mampir ke waktuku. Lepas kerja. Merona mengakhiri percakapan.
Rerintik kembali mengguyur senja. 
Ia berharap gerimis mengerti pada siapa rindu ini ditempati.

Merona gembira, merona tidak bisa biasa saja.

And I.. I still miss you.

***

Monday, January 6, 2014

Setelah Matahari Datang dan Petang Pergi.

1.
Bisakah kau menjemputku? Aku masih di meja yang sama. Dingin. Helai mantel beraroma tubuhmu ternyata tidak cukup menghangatkan. Seingatku, tidak kubiarkan kamu pergi pagi itu. Kau boleh tinggal lebih lama, aku pergi keluar sebentar. Kusambut pagimu dengan sahutku dari bawah. 

And I.. I still miss you.

2.
Kukira akan sama seperti biasa, setelah matahari datang, berarti giliranku yang pergi. Sama seperti caraku menghabiskan setiap akhir pekan. Wanita di sampingku sekarang manisnya cukup mencuri perhatian. Ia tertidur. Nyenyak sekali. Dan parahnya, itu membuat Ia semakin cantik. Merona. Kurengkuh Ia. Tanpa menoleh untuk beranjak dari kasur dan melepas lenganku yang melingkar di lehernya, selamat tinggalku kutanggalkan di bibir. Untuk terakhir. 

And I.. I still miss you.

3.
Bisakah kau menjemputku? Aku masih di meja yang sama. Dingin. Dua gelas whiskey ternyata tidak cukup menghangatkan. Seingatku, tidak kubiarkan kamu tahu nama dan nomor teleponku pagi itu. Shall we? Dan tubuhmu cukup bisa menyandarkan lenganku landai. Kita tersenyum. Ada sesuatu yang entah apa, ada sesuatu yang entah bagaimana. 

And I.. I still miss you.

4. 
Kukira akan sama seperti biasa, setelah matahari datang, berarti giliranku yang pergi. Siluet tubuhmu dari belakang membuat aktif kesekujuran aku. Tiga gelas di depan kini kosong semua. Kakiku entah mengapa menjadi tidak sabaran untuk mengenal kamu. Kanan kiriku tergopoh-gopoh dan kedua tanganku menjaga agar berat ini tidak mejadikan terhuyung. 

And I..  I still miss you.

5.
Bisakah kau menjemputku? Aku masih di meja yang sama. Dingin. Merapalkan namamu berulangkali ternyata tidak cukup menghangatkan. Petang, seingatku. tidak kubiarkan kamu mengetahui juga namaku. Aku mencurangimu Petang. Kupikir kau sama seperti lelaki-lelaki yang tersebar di bar. Namaku Petang. Namamu? Bibirku menjawab senyum. Tanganku merengkuh kedua pundak Petang. Oh Petang, kuharap malam jadi duakali lebih  panjang.

And I.. I Still miss you.

***