Monday, April 18, 2016

Hal yang Selalu Aku Tanyakan

ada yang selalu kutanyakan, kepada penyair
tentang huruf yang hilang dalam puisi ini. aku curiga
kau mencurinya, tanpa alasan. sama seperti kenangan-kenangan
yang kau
    hilangkan
dan darahku
   kau
      kering kerontangkan
masihku mencari-cari, gelisah 
dengan mata yang kedua bolanya, merah
ada huruf yang hilang dari puisi ini, entah
dengan mata yang kedua bolanya, pecah

ada yang selalu kutanyakan, kepada penyair
tentang huruf yang hilang dalam puisi ini, masihkah bisa jadi syair
sampai kapan kumelipir dan mangkir?
Sen yıllardır yazıp bitiremediğim şiir
  
Senin, Selasa; kau menggoyang cakrawala, 
kedatanganmu serupa deru gempa pada semesta
Senin, Selasa; matamu langit tosca
Anladım sendin aradığım hayatım boyunca 

ada yang selalu kutanyakan, kepada penyair
tentang huruf yang hilang dalam puisi ini; Ah ya sudah, biarkanlah. mungkin
ketidaksempurnaan akan selalu jadi teka-teki.
sampai bertemu lagi dalam waktu yang mati

kini kutanyakan padamu, bukan pada si penyair lagi;
bolehkah aku pinjam itu mata coklat selai roti?
supaya nanti, lain kali saat mencuri
bisa kau aku pergoki.


* Anggap saja ini sebuah alegori. Bagiku, kau adalah intrepretasi dari segala bentuk puisi.

2016.

Friday, April 15, 2016

Buron

(Maaf jika akhir-akhir ini aku sedikit menulis sajak cinta,
aku trauma, kuketik dengan gemetar di kedua tangan)

Baiklah; akan kuceritakan.

Tadi malam, Pak Polisi datang ke rumah
dengan rambut yang masih berbusa; kutanya ramah
ya, ada apa Pak?
Mukanya tambah gusar, malah
Seluruh kamar, dijarah
Guci-guci pajangan, digeledah
Aku dicecar pertanyaan-pertanyaan, jawabku hanya menggeleng lugu;
bukan Pak, bukan.

Ini semua karena kau meneleponku Sabtu lalu, kau akan berkunjung ke sini barang seminggu.
tidak mungkin kuberikan lagi kau gincu,
atau tujuh macam merk baju
terakhir kau merengek mintaku ke negara bersalju

aku kalang kabut;
karena kamu (dan Pak Polisi yang sekarang cemberut), membuat perutku carut marut;

ternyata Ia luput,
rembulan yang kusembunyikan; kau telan lembut-lembut.
Ah sialan!
aku jadi buronan

Sunday, April 10, 2016

Sajak ini Sepertinya Pincang. Mungkin, Ada yang Belum Terselesaikan

Mungkin ada yang belum terselesaikan; ketika ikal rambutmu kugenggam dalam, sembari semua kenangan yang kusut kurapikan. Dan tawamu seperti biasa, gurih -- ingin kubawa pulang. Ah tapi, nanti bagaimana jika kugalau kepalang?

Mungkin ada yang belum terselesaikan; ketika nyala matamu kupesan via Tiki, katanya baru datang seminggu lagi. Di kotak pesanku, ada paket dari Gaziantep. Kau mengirim hujan cium yang deras. Maka bulirnya singgah di kelopak mata dan dadaku ngilu meradang.

Mungkin,
ada yang belum
   terselesaikan;  harusnya kucuri detikan waktu agar benar kita abadi, menjelma sajak Sapardi.

"...however far away, I will always..."

Ah kan, aku kembali bernyanyi sendiri. Lagu ini kuputar sudah keduabelaskali. Meluahkan kekata, malam ini aku tidak berteh Tongdji,
    tapi ini kali-
  Secangkir hitam kopi.
dan pekatnya--
  
   Rindu

ini,
bikinku ingin
  bunuh diri.

(Kulihat bayangmu sekilas di bibir cangkir. Bangsat! Bisa-bisanya kau masih menguntit aku)