Monday, August 31, 2015

Lagi, Pada Suatu Pagi.

Berdua kita di balkon. Pada pagi itu kau menyeruput kopimu lebih tergesa dari biasanya. Aku beranjak dari kursi sofa, menyenderkan lenganku ke sudut satunya. Laut mungkin sedang biru muda. Empat atau lima menit sesudahnya, aku menunggu mereka nampak terlihat. Sekawanan lumba-lumba berloncatan di tengah air tenang.  

Sebelum kau semprotkan lotion anti serangga ke kedua lengan, kau mengambil satu dari tiga tangkup roti yang kubuat. Memakannya dengan lahap. Nyala ponsel menarik matamu perhatian. Pasti urusan kerjaan. Melihat keningku yang mengernyit, kau menghampiri aku.

Nggak bosan lihatnya?”

Aku tersenyum. 

Mahal lho lihat yang kayak gini. Minggu depan kan, kita harus sudah di Jakarta lagi.

“Iya juga, ya.”

Kau melingkarkan lengan ke pinggangku. Menaruh dagumu di pundak kanan. Pelukmu erat melekat. Matamu ikut mataku yang menyimak batas langit. Kau mendongak kecil. Bisa kurasakan lembur-lemburmu, laporan-laporan dan tekanan dari Pejambon nomor enam yang padahal tidak pernah sepenuhnya kau ceritakan. Tapi begitulah caramu membagi. Dengan pasti, aku juga akan segera mengetahui. Dengan tidak aku berkata dan tanpaku harus bicara, resahmu menguap. 
Aku menggenggam tanganmu erat dan mencium pipimu tipis. Bibirmu menyungging senyum. Tatapan 'semua-akan-baik-baik-saja'-ku akhirnya menenangkanmu.  

“Abbi, I want to swim in the open sea among the dolphins… Just once.” 

Dengan piyama biru, botol dot di tangan, dan langkah kaki yang kecil-kecil, tetiba Ia keluar berjalan. Pantatnya naik turun keberatan oleh popok. Meminta dipangku.

Seraya melepas pinggangku, kamu menggamit tangannya, bertiga wajah kita mengarah ke kuning cakrawala.
Menolehlah aku, "Selamat pagi, sayang."
Yang aku sapa malah sibuk memerhatikan pasang-surut ombak, dan menghabiskan setengah botol susu, di tengah-tengah kita. 

“Lihat! Lihat! One..two..three..four.." Menghitung lumba-lumba, telunjuknya mengarah ke lautan lepas.  Aku dan kamu  tertawa. Pipi kalian memerah tomat.

Kau menciumi ubun-ubunnya dan terkekeh. Kemudian, Ia menolehkan wajahnya ke arahku.  Senyum mungilnya lebar sekali. 
Matahari membuat coklat matanya (yang matamu)
menjadi semakin terang.



Setelahnya, terdengar serupa deru yang sederhana.
2015.