Monday, December 31, 2012

Di penghujung tahun, ada gadis kecil
Bermain gitar, di bawah gerimis
Dipetiknya angin
Dilantunkannya bahagia
Sejenak
Menggumam angin, tersenyum kedinginan
Merunduk, disimpannya gitar
Berdoa kemudian, sebentar
Yang ia tahu, Tuhannya baik. Dunianya manis
Semanis gula gula kecil yang ia selipkan di tangan kanannya


Sunday, December 30, 2012

Jalan-jalan

Aku menjelajah langit malam dengan kelepak elang,
Lalu meteor memutuskan ekor dan ikut hilang
Menyelam malam
Ada kerinduan yang sedikit melipit; di sana
Dalam lipatan-lipatan gelap
Ada ayunan yang terombang-ambing, mengajakku
Bermain
Dan lupa waktu
Hingga menit menit dilelang, di pasar
Detik detik digadai
Semua berlomba dengan fana
Sementara aku masih berayun-ayun, melihat balariung-balariung
Kalap kalap ricuh
Mereka takut mengendur, menua, mengecil
Tiada

Friday, December 21, 2012

Proposal II


“lagian kan kamu belum tentu mau di tattoo apa.”
“iya, aku cuma mau di tattoo nama itu doing, kalau bentuknya tulisan.”

“aku juga mau nama itu..”
……

Sebelumnya, aku belum pernah mau dan selalu ragu untuk membagi cerita bagian itu kepada siapapun. Kepada episode-episode sebelumnya, bahkan, mencoba untuk ingin mengenalkan cerita itu pun, aku tidak pernah mau. Atau mungkin, belum sepenuhnya percaya.

Tapi kenapa kamu begitu yakin? Kau Si Pengecualian yang Paling Indah yang dibawaNya lewat takdir untukku, sepertinya, ah bukan! Jangan ‘sepertinya’,

Sudah seharusnya. 

Adamu membuatku bukan ingin mengenalkan, tapi dengan kedatanganmu sendiri yang sepaket dengan kebahagiaan yang mengalir dari berbagai cara, bagian itu dengan rela menceritakan dan  membagi kepercayaannya sendiri.

“aku juga mau nama itu.”

Katakan padaku bahwa memang kalimat nyinyir dari negeri utopia “terlalu indah untuk jadi nyata”, benar adanya. Kali menulis ini pun harus beberapa kali hapus-ketik pikir-ulang untuk merangkai keseluruhan kalimat dan paragraf. Jika kau baca dan kau lihat seksama,  mungkin ada beberapa kerumpangan dan kerancuan yang kau temui.  Tapi aku tidak peduli, sama sekali. Memang benar, jika indah dan kebahagiaan itu membuncah dan melampaui semua yang pernah ada, kau tidak memiliki satu kata pun untuk merangkum untuk jadi selebih pengertian. Karena memang bukan untuk dimengerti.
Untuk kau rasakan saja. 

Benar aku dititik kebahagiaan, dan sejumput rasa syukur yang kuaduk pas. Lalu kutuang sekalimat doa untukNya, berharap proposal sebelumnya diterima. Lagi-lagi doa yang sama.

Lihat,
Sebegitunya kah? Hingga aku memutuskan untuk menyerah menulis semuanya. Karena memang aku tidak punya kata-kata lagi, untuk saat ini.

Tuhan, tuhan.
Ku harap Kau tidak akan pernah bosan untuk doa yang selalu sama. Untuk harapan yang tidak pernah ingin mati. Ku harap Kau tidak marah untuk nada yang sedikit memaksa. Atau untuk keinginan yang terlihat… Ah, tapi aku memang ingin dia, Tuhan.

Memang, yang aku inginkan.