Monday, February 25, 2013

Sampai kapan? Sampai kapan menunggu dan akhirnya jatuh lelah. Aku hanya tak ingin akhirnya putus asa dan menoleh ke belakang, apa yang telah kita punya adalah sia-sia.
Sekalipun kamu memang mungkin tidak akan pernah bisa, aku tak ingin kisah ini sama. Lebih baikNya ubah aku untuk melihatmu ideal dengan kesempurnaan. Jadikan aku mencintamu sebaik dan seindah mungkin. Walaupun dengan linang, walaupun dijamah tawa. Aku ingin amarahmu jadi muara, aku ingin perkelahian jadi hias...

Aku benar benar takut, takut rasa ini bertemu dengan tepinya. Tuhan, dalam hal ini, tolong jangan kenalkan aku pada lelah.

Aku mencintaimu, sungguh.

Saturday, February 23, 2013

Klapertart


Kisah dimulai selalu pada sore hari, saat secangkir teh tawar, dan sepotong kue selalu menjadi pelengkap  dalam merenungi senja. Menunggu pergantian waktu, melihat matahari jatuh tidur dan terbangun dengan gelap langit, dan kali ini, seperti sore-sore yang sama seperti sebelumnya...
Diisi dengan otak yang terus-terusan bertanya, hati yang ternyata (masih) saja gelisah. Tentang mengapa susah merealisasikan ribuan kata, menjadi sosok mencinta yang ikhlas apa adanya, yang rela, yang nrimo…

Sembari menunggu matahari tidur lagi,
aku ingin sedikit saja mengadu pada sore hari, mencoba mencipta suasana untuk selalu tenang, untuk menjadi lebih baik tiap senjanya, ikut menenggelamkan apa yang buruk pada matahari, dan biarkan yang merugikan itu semua ikut turun ke peraduan, sehingga jauh-jauh dari aku,

Teh tawar.
Setelah apa-apa yang memusingkan masuk kepala, dan dengan susah payah diuraikan, setelah ingatan-ingatan yang tidak mau dirasa, secara tiba-tiba jadi ada, dan kembali menyayat apa yang sudah mulai mengering. Aku mencari penawar sesegera mungkin, aku mencoba memaafkan. Mencoba melupakan,  mencoba memercayai. Mencoba kesana-kemari untuk meyakini, untuk menyatukan apa yang terbagi, terdistraksi.
Jika kau terus tanya, untuk apa kuseruput secangkir teh tawar tiap harinya,
untuk mencari sekepul tenang,
untuk menggenggam serasa ikhlas
untuk mengelabui
untuk menjadi pelupa

Entah apa yang salah, entah apa yang menjadikan rasamu sangsi. Padahal jelas tahu, aku sekarang yang jadi juaranya. Aku yang akan jadi milikmu sampai nanti, sampai mati. mungkin untukmu, itu bukanlah jadi satu makna, setengah dariku-pun setuju denganmu. untuk apa membahas yang lalu-lalu

sepotong kue apa yang kudapat sore hari ini?

Klapertartnya ternyata dari rocca, kau beli setelah kau bilang "jemput teman" dan bersama buka puasa, padahal jelas kita ada ditempat yang sama, aku melihat dengan kedua mata yang sampai sekarang masih ingin mengairmata.
di sebelahmu, pada saat itu? ada siapa?

Ya, memang ternyata seperti klapertart. Kue yang dilihat orang tepiannya kering, renyah. tapi tengah-tengahnya, lembek, rapuh, basah..

setelah menjadi sekumpul metafora, alusio, dan menjadikannya sebagai alegori, 
perih.

* Ya Tuhan, setelah aku belajar memaafkan, dapatkah "melupakan" menjadi satu kata kerja yang mudah pula?

Jikalau ini yang namanya sakit, aku ingin dikemas seindah mungkin, dengan pita merah muda bentuk hati.

Thursday, February 7, 2013

Salahnya

Salahnya, ketika menyadari bahwa harapanlah yang menyakitkan. Harapan harapan terlalu tinggi yang ditanam, dan menuai kekecewaan,

Salahnya, ketika menganggap orang akan mengerti tanpa diberitahu. Menebak tanpa diberi petunjuk, harus melakukan apa yang benar tanpa dituntun

Salahnya, ketika.. Menginginkannya untuk sedikit peka dan ingin menilai usahanya, tetapi dia diam karena memang tidak tahu apa-apa,

Jadi, airmata yang selama ini, mungkin juga sia-sia..

Sunday, February 3, 2013

Bagiku, menulis puisi adalah bernapas melalui rongga dadamu, melihat dengan kedua bola matamu, dan melekatkan aku di sendi-sendimu
Bagiku, menulis puisi adalah menari nari dijejak langkahmu, tersenyum di lengkung bibirmu, dan menjadi airmata di tangis-tangismu

Ketika langit meredup rupa magenta, di sanalah doa mewujud ada,
di mata raksasa yang menguasa senja
di surau surau lama yang bersuara
Lepas malam;
Kau dan aku bertemu
Kapal kapal tua bercerita, melukis kaki kaki
Kau menelusur tengkuk sampai nadiku, kau cipta cinta sejentik jari

Dan aku kembali menuliskan jiwa jiwa semurnimu, kau mengkristal dalam kalimat-kalimat, mengendapkan makna-makna