Friday, July 20, 2018

Borneo.


Mara menutup mata, malam kali ini terasa amat panjang dan melelahkan. Ada yang hampa dan terus terbawa, setelah bertahun lamanya mencari apa yang ternyata tidak bertepi. Berlari, menyalahkan yang telah terjadi. Menganggapnya sebagai ilusi, seringkali. Mara lelah menangis, airmatanya tidak lagi jatuh dari bola yang kiri.

Mara hampir saja berpikir bahwa hidupnya adalah monolog. Usia yang semakin matang hanya Ia jalani seperti sebuah sketsa dengan dialog bisu. Ramai oleh sunyi. Perjalanannya adalah sebuah teater yang dilakoni sendiri. Tanpa perlu ada apa-apa, tanpa perlu ada siapa-siapa. 

Ia sedang menyelesaikan bait terakhir puisinya ketika lelaki itu kembali datang.

Delmara. Delmara Alfa.
Kau lahir dari lautan?
Iya. Tahu dari mana arti namaku?
Bukan. Bukan dari nama.
Ada perlu apa kau datang kemari?
Pertanyaan seperti itu melukai hatiku.
Aku harap kau bukan sebuah delusi. Aku kemari tidak sedang menjadikanmu sebagai barangkali.
Kuharap suatu saat kau punya minat selain mencurigaiku.

Mara menunduk. Tersenyum, tetapi wajahnya tanpa citra jiwa. Pada malam-malam yang meresahkan hati, hanya dalam keadaan itulah, dengan pria itu dalam pelukannya, Ia bisa tertidur. Mara mengutuk pikirannya sendiri yang seolah tak mau berhenti.

Aku tidak ingin ada yang selesai di antara kita.

Pria itu membenamkan wajahnya di lekukan leher Mara. 
Mara tahu Tuhan meletakkan keindahan pada tempat-tempat yang tepat. Mara ingin bersangka bahwa Tuhan sedang menggambarkan ilustrasi untuk dipahami. Berharap pria itu bukan sekedar empat musim yang selang berganti.

Wednesday, July 4, 2018

Tiba-tiba, Pagi menjadi Begitu Indah.


Dan mendadak,
Bunga depan halaman jauh lebih harum dari biasanya
Dan mendadak,
Embun yang jatuh dari daun dan kepodang jauh lebih sejuk dari biasanya
Dan mendadak,
Kekupu yang datang memberi kunjungan jauh lebih ramai dari biasanya
Dan mendadak,
Matahari yang muncul dari sela jendela jauh lebih hangat dari biasanya
Dan mendadak;
Langit muda yang berhias gemawan tipis jauh lebih biru dari biasanya
Dan mendadak;
Rindu ini ternyata tidak dapat melipat jarak

“Matanya yang seperti langit bertemu dengan mata perempuan yang seperti laut dan terjadilah percakapan yang bahkan mereka sendiri tak tahu apa maksudnya.. Mereka seperti jelmaan dua ekor camar yang sudah terbang terlalu jauh ke samudra dan merasa sangat letih tetapi tidak melihat apapun yang bisa dihinggapinya, kecuali sebuah bahtera.”