Sunday, October 28, 2012

Tidak Sengaja Ada Surat Cinta dan Kubaca

Aku menemukan surat cinta, 

Bandung, 1 Oktober 2012


Awalnya tak sengaja. Jadi, aku dan kamu, ceritanya bermula di Zenbu, malam minggu
Kau melihat aku, dan aku tersenyum, sesaat setelah itu, aku tahu, akan menjadi kebermulaan yang indah dan tidak ada waktu. Sesaat setelah itu, aku tahu, aku sepertinya, suka, suka sama kamu.

Kau berkenalan, pun aku balas jawab, menyebut namaku, lalu duduk kembali. Tidak banyak bicara, tidak banyak kata-kata, sepertinya empat pasang mata yang setengah-setengahnya milik kita, bicara tanpa bisa ditahan. Mata-mata kita sepertinya terhanyut pada saat itu juga. Diam kita sepertinya menjadi perbincangan yang menarik, keramaian membuat dua pasang mata menarik diri, dan malam menjadi cukup indah. Menjadi pelupa? Sepertinya, kamu membuat aku tak mengenal kata “terlalu dini.”

Mataku merembes dan perasaannya cukup menjalar, namamu cukup kerasan untuk ada di telingaku dan sesaat naik ke pikiran. Membuatku terus? Apa? Terus-terusan tersenyum. Kau beranjak sebentar lalu kembali. Membuat semakin, jatuh
-hati.

Awalnya tak sengaja. Jadi aku dan kamu, ceritanya bermula di Zenbu malam minggu.
Beberapa pekan berlalu setelah itu, kita semakin melebur jadi satu. Terkenang tentang kamu cukup berhasil membuat pipiku merah semu. Wajahmu tergenang dan terngiang, dan kau seperti hujan yang selalu aku tunggu, tenangmu menjadi melodi dan pecah dalam hati. Tak mau pergi. Sebening embun matamu mengerling, kutenggelamkan rasa di sana dan berbaring. Kau tahu aku tak bisa bersembunyi, dalam pikiranmu aku bernyanyi.

Awalnya tak sengaja. Jadi aku dan kamu,  ceritanya bermula di Zenbu, malam minggu.
Hingga akhirnya alur menggiring dan mengayun pada malam yang satu itu, sampai bulan turun dan mengetuk nadi, sampai malam bersiul jadi simfoni. Yang ternyata kau jadikan awal atas ketidaksengajaan tadi. Hingga dengan senang hati aku beri kau setangkup galaksi dan membaginya dengan kamu. Hingga dengan senang hati, semua kapalku karam di matamu. Jiwamu yang menggiring hatiku untuk dengan bahagianya terperangkap dalam peluk dan dalam cerita yang sederhana adanya. Namanya juga tak sengaja 

Oh iya, bisa, kan? Kalau ternyata Tuhan tak sengaja menjadikanku, jodohmu, misalnya? Atau ternyata secara tidak sengaja, kamu adalah orang yang membuatku bahagia? Pula aku denganmu tidak sengaja untuk hidup dan menua?  Lalu secara tidak sengaja, waktu jadi tiada. Jadi aku dan kamu, bisa selamanya.

Dan seharusnya, tidak usah ada kata 'kalau' atau 'tidak' ya, dalam beberapa kalimat terakhir ini?

kalau akhirnya aku terlalu jatuh cinta dan tidak bisa pelan-pelan,
masih bisa ku bilang tak sengaja, juga?




Aurora.


Sudah ah, entah dimana, pasti ada  yang tersipu malu jika ikut juga meluangkan waktunya untuk sekedar membaca cerita cinta-tak-sengaja ini. Setelah kulipat dan menutupnya kembali, aku jadi teringat kisahku dan semakin rindu. Oh ya, aku lupa ada yang mencariku sesaat setelah kepulangan. Aku biasa memeluknya dan tidur dalam detak jantung lelakiku yang nomor satu itu.







Friday, October 19, 2012

Di Balik Matahari Terbenam di Ujung Laut

Di balik matahari terbenam di ujung laut
Aku dibakar diam diam oleh cahaya, sampai remang temaram
Matanya digulung ombak
Dan sunyi pecah jadi gema

Di balik matahari terbenam di ujung laut
Cakrawala menarik luka hingga terseret masuk tepi bayang
Dan buih buih melumerkannya, pelan

Di balik matahari terbenam di ujung laut
Sesapu mata lentik, sedihnya jadi bayang, terangin-angin
Dibawa nelayan melaju sampai tengah
Entah, mungkin ikut tenggelam, hingga senja hilang, dan laut tidur dengan nyenyak

Monday, October 1, 2012

Pada Bulan Purnama Aku Bercerita

Pada bulan purnama aku bercerita, aku memiliki cinta yang bawaku bahagia
Pada bulan purnama aku bercerita, aku bersenandung riang, kulempar senyumku ceria
Pada bulan purnama aku bercerita, aku menemukan apa yang akan jadi selamanya di depan mata
Pada bulan purnama aku bercerita,
tentang pria yang kurasa jadi cita-cita, tentang ia yang selalu ada
Pada bulan purnama aku bercerita, tentang indah rasa, tentang tawa yang selalu Ia tawarkan
Pada bulan purnama aku bercerita, tentang rahasia, tentang memiliki dia, tentang segala,
Pada bulan purnama aku bercerita, aku berdoa, sepanjang jalan, di genggam tangan, di gumam jiwa, "Tuhan, terimakasih untuknya yang telah Kau bawa, jagalah Ia untuk ini cerita, dekaplah Ia untuk bahagia, jadikan kita berujung selamanya."

Kurasa, lelaki di sebelahku tak pernah tahu, di saat mataku terpejam dan tanganku erat memeluknya, ada nama, di penghujung doa, di rahasia yang selalu ingin ku terka,
Kurasa, selain bulan purnama, Ia juga tahu, betapa aku sering mengadu, tentang sayangku, yang sebegitu..