Wednesday, November 7, 2018

Renjana Mata

Sementara Malam mulai menangis, mencari apa yang hilang, mungkin mata bintang-bintang,

Jangan bilang kau yang menculiknya
Hah aku?
Iya dan untuk siapa?
Aku berutang pada Mamamu
Untuk menebus dosaku
Memang kau dosa apa pada Mamaku?
Menculik hati anaknya
Dan tak berniat untuk mengembalikan

Jadi akan kukembalikan dengan mata bintang-bintang itu, di langit
Kenapa? Tak bisa bawakan senja?
Ah, senja terlalu Sapardi
Bagaimana dengan mayatmu?
Ah, kau seperti Sutardji

Kemudian apabila Mamaku menerimanya?
Ya sudah, berarti anak perempuannya seharga mata bintang

Hey, tempatku menuliskanmu memang di angkasa

kami membiarkan Malam tersedu sedan,  ramai, tak reda.


Menukilkan Naskah


Aku tak lagi suka temaram
Tiap pukul empat sore
hutan mati, badai salju, kereta besi tua, dan lolongan serigala
Terjatuh aku, di sebelah rel kayu
Berderit dan kemudian  dikejar ratusan cahaya
Aku tak lagi suka temaram
Tiap pukul empat sore
Bau pinus, rongsok televisi, mata anak-anak desa dan sungai yang tandus
Terjatuh aku, di sebelah perempuan itu


Mulai pukul empat kurang lima,
Kunyalakan lampu-lampu
Dari temaram dan tangis masa lalu
Yang menganggu


Monday, November 5, 2018

11.57

Aku menjelma menjadi laut
Dalam tidurku
Bulir garam keluar dari keringat
Dan bau asin menyengat
Berbicara pada kedalaman
 membungkus sunyi
Untuk dilebur
Airmataku dipungut nelayan
Dan mereka berteriak
Laut kali ini berisik sekali
Padahal aku sedang bernyanyi dengan sengau
Untuk kekasih-kekasihku
Yang menjadi debur

November 2018.