Thursday, March 13, 2014

Antara Petang yang Merona dalam Tiga Paragraf

Hari ke lima dalam minggu ini.
Jumat siang Petang mencari Merona. Aduhai Petang, mengapa kau lantas berlari ketika punggung Merona ada sekilas? Mengapa juga ketika Petang mencecap malam, Merona tidak kau sapa? Merona itu wanita, Petang. Katanya, kodrat wanita itu memang hanya bisa menunggu.

tak terasa gelap pun jatuh... di ujung malam..

Hari ke lima dalam minggu ini.
Seusai rapat terakhir di kantornya, entah kali keberapabelas Merona mengintip ponsel, menunggu Petang mengirimnya pesan singkat. Mungkin rindunya telah jadi kolase, tanda-tanda Merona memang jatuh cinta tingkat keras. Petang membuatnya semakin akut. 

tak terasa gelap pun jatuh... di ujung malam...

Sebenarnya Petang tidak benar-benar mencari Merona. Sebenarnya. Bukankah bukan mencari namanya, jika Petang telah sejak dahulu tahu tempat tinggal Merona serta di mana Ia kerja? Bukankah bukan mencari namanya, jika Petang telah sejak dahulu tahu cafe mana yang selalu Merona singgahi seusai kerja pukul sepuluh malam? dan bukankah bukan mencari namanya, jika Petang telah sejak dahulu, memberanikan diri hanya mengetuk pintu apartemen Merona, tetapi kemudian tiga detik setelahnya malah pergi?
Iya. Sejak dahulu, sejak Petang memutuskan untuk kembali ke Jakarta.

tak terasa gelap pun jatuh... di ujung malam...

...

Setiap Sore, di Ruang Kerjanya

Kedatanganmu dikorupsi waktu, di sore hari Sabtu
padahal masih banyak cerita yang tak tergelontor; tentang manusia seninya berbicara; tentang isu; tentang agama
Kedatanganmu dikorupsi waktu, usiaku melelangnya;
Padahal siapatahu jatahmu masih banyak, melimpahku
Sayangku, ingin kulanjutkan cerita kemarin,
Senang melihat wajahmu tegang-naik turun, tulang pipimu
Ada masa mudaku di kelopak matamu, sayangku.
Juga
Ada rahasia-rahasia semimpiku, di bolanya.