Friday, June 13, 2014

13 Juni 2014

Dan bagian terberat untuk Merona adalah untuk menyadari bahwa rindunya bukan setengah jadi. Menjalar kemana-mana, bukan dari tangan menuju kamar-kamar. Menggulung sisa-sisa tenaganya untuk menepis helanya supaya sampai tepi. 

Di satu sisi, masih tentang hal yang setengah jadi tadi, Petang... Mungkin Ia sendiri tidak pernah mengerti, mungkin tidak bisa Ia jelajahi. Bukanlah hal yang dilumrahi, apalagi dijangkaui. Petang mawas diri karena Ia ternyata dirindui. Lelaki itu hanya mencoba melindungi gengsinya dari hati, menjauhkan yang Petang kira memanjangkan durasi.

Merona tahu apa-apa yang datang dari otak kiri dan apa-apa yang datang dari hati.

Sunday, June 1, 2014

(Masih) Tentang Petang.

Namanya Petang. Merona tidak tahu kepanjangannya. Yang Merona tahu, Petang selalu ada di saat Ia tidak baik-baik saja. Yang juga Merona tahu, Petang selalu ada lalu hilang. 
Celakanya, Merona jadi gelisah bukan kepalang.

Namanya Petang. Merona tidak tahu kepanjanganya. Yang Merona tahu, Petang selalu bilang bahwa Ia (juga) merindukan Merona. Yang juga Merona tahu, setelahnya, Petang lalu hilang.
Celakanya, Merona jadi gelisah bukan kepalang.

Namanya Petang. Merona tidak tahu kepanjangannya. Yang Merona tahu, Ia berkali-kali bilang pada kawan, atau sekedar jatuh di kertas, bahwa perasaan tidak (bisa) lagi ditahan. Seusai lampu kantor dimatikan. Seusai gedung itu kembali kesepian. Merona selalu senang jika malam jadi lebih pekat. Segala hal tentang Petang tidak juga mau minggat. Merona jadi gelisah bukan kepalang.





Seminyak, malam hari.
..Merona memang punya pesona tersendiri.
Petang kelimpungan setengah mati. Otaknya rusak fungsi.