Saturday, January 5, 2013

Greatest Story Ever Told

Pada suatu hari, pangeran dan putri bertemu di waktu yang tidak disengaja, bahkan tidak direncanakan. Tapi yang tiba-tiba, bisa jadi selamanya...

Mamaku seorang pemimpi, kalau kubuka lemari kamarnya penuh dengan buku-buku dongeng tebal berisi kisah fantasi. Mungkin mamaku suka berfantasi, atau mungkin ingin hidupnya bahagia untuk selamanya. Seperti kebanyakan cerita. Cukup menarik, ada yang berwarna merah jambu, ungu, biru langit, hijau muda, dan abu-abu. Mama juga suka Barbie, sampai sekarang, koleksinya masih tersimpan rapi di lemari kaca sudut ruang tamu.

Dulu kamarku persis di sebelah kamarnya, dinding kamarku pun berhias gambar kastil lengkap dengan putrinya, di langit-langitnya tertempel lampu kecil-kecil yang tampak seperti bintang malam, kalau lampu dimatikan, langit kamarku kerlap kerlip. Kata mama, supaya aku selalu menggantungkan mimpi di tiap cahayanya sebelum tidur. Di pojok kamarku di belakang pintu, ada miniatur menara tempat tinggal putri rambut panjang, Rapunzel. Seleraku sedikit berbeda dengan mama, aku suka putri yang tangguh, karena Rapunzel menggambarkan perempuan yang serba ingin tahu, pemberani, dan tidak mau diam. Ia juga berani melawan musuh dan pandai bermain pedang. Berkelana di hutan pun Ia sering. Aku juga suka rambutnya yang sangat panjang. Dulu kata mama, aku suka menangis merengek minta naga, ituloh, naga ungu yang setia menemani Rapunzel dan selalu jadi sahabatnya. Tapi kata mama, naga itu tidak ada. Saat aku berhenti ngedot, saat itu juga aku percaya bahwa memang tidak ada naga ungu.

Mama juga punya putri jagoannya, mama juga suka ungu. Hanya mama suka putri yang terpintal jarum, yang punya tiga peri dan diasingkan ke tengah hutan. Yang pangerannya datang menumpas naga jahat dengan kuda coklat gagah, di tangan pangerannya selalu ada perisai dan pedang. Mama punya buku dongeng itu sampai sekarang di kamarnya. Mungkin karena mama terlalu menyukainya, dan bahkan, menurutku, mama kecil dulu sering beranggapan bahwa mama-lah putri itu. Jadi, lucunya, ada beberapa sifat putri itu yang kadang tersirat di sifat mama. Putri tidur.

Ya, putri tidur.

Putri tidur dikisahkan menunggu cinta sejatinya, dan terbaring ratusan tahun, menunggu pangerannya menyelamatkan, menurutku, itu mama sekali. Mama itu wanita yang memang tahu posisinya sebagai mamaku, sebagai perempuan. Katanya, mama anti feminisme, mama tidak suka post-modernisme, walaupun sampai sekarang aku masih belum terlalu mengerti dua kosakata itu, tapi mama bilang, hal-hal itu adalah sesuatu yang menentang kodrat wanita. Ah entahlah, yang pasti mama selalu ada untuk aku, selalu mendengarkan ceritaku, sesibuk-sibuknya mama, roti selai coklat dua tangkup dan segelas susu strawberry-ku selalu tersedia di meja makan sebelum aku berangkat ke sekolah. Mama selalu menganggapku putri kecilnya, di album kami bertiga, aku seringkali terlihat mengenakan tiara atau gaun kerajaan kuno, yang roknya merekah seperti bunga. Mama yang pesan dan mama buatkan aku banyak sekali. Ayah dan mama selalu memberi kecupan selamat malam, dan mama juga pendongeng yang hebat. Mama tak bosan-bosannya menjawab pertanyaanku. Kata ayah, aku cerewet seperti mama.

Aku ingat sekali, dulu, saat mama dan aku menunggu ayah pulang kerja, dan aku tidak bisa tidur malam itu, mama bercerita tentang kisahnya sendiri. Mama bilang, mama juga punya fairytale yang tak kalah indah dibandingkan dengan jagoan-jagoan kami. Malam semakin larut. Aku dan mama berdua satu selimut. Aku memeluk pinggang mama, dan mama mulai mendongeng.


Mungkin matamu mengendap-endap,
Ingin menikam seluruh perhatianku, 
Di sudut meja, malam itu
Kau meremaja,
Kau berkeliar liar 

Cerita mama diawali ketika sang putri berjalan-jalan pada malam hari, tanpa pengawal. Sang putri membawa satu orang temannya menuju pusat kota dan diam di suatu restoran. Malam itu malam minggu, mama menamakan restorannya Zenbu. Saat sang putri memesan makanan, datanglah lelaki yang mencuri perhatiannya, hidungnya mancung, kedua matanya sipit, badannya tinggi, pendiam dan kulitnya putih. Lelaki itu duduk di sudut meja, yang juga membawa teman-temannya. Sang putri akhirnya berkenalan, hanya berkenalan. Namun ketika itu sang putri sangat malu-malu. Kata mama, putri itu hanya menunduk dan sesekali tersenyum kecil. Mama juga bilang putri itu jatuh cinta diam-diam. Dalam sekali pertemuan. Hebat kan?

Aku menunda cerita, sambil membenarkan bantal, dan aku bertanya, mengapa bisa putri itu bisa jatuh hati. Jawaban mama sederhana, karena cinta bisa datang kapan saja. Karena cinta itu jatuh  pada belah jiwa yang walaupun tak disengaja, tak pernah salah. Itu hebatnya cinta. Entah mengapa setelah menyelesaikan kalimatnya, aku bisa lihat pipi mama memerah. Ia cantik sekali dibawah kerlip langit-langit kamar.

Mama melanjutkan ceritanya, ternyata lelaki itu adalah seorang pangeran dari negeri tetangga. nama kerajaannya Setra Duta. seperti yang sudah kutebak, pangeran itu juga menaruh hati. Bagaimana tidak, mama bilang, putri itcantiknya sempurna,  rambutnya coklat gelap panjang, kulitnya putih, suaranya merdu, bibirnya kemerahan, semampai.
Mataku mulai memberat, dan mama menyadari itu. Maka mama memutuskan untuk mempersingkat ceritanya saja, kata mama, kisah cintanya akan diceritakan ketika aku genap berusia 17 tahun nanti. Ah mama, lucu sekali. Mana ada remaja seusia itu minta diceritakan dongeng sebelum tidur. Oh ya, kembali pada dongengnya itu, tahu tahu, putri dan pangeran menikah. Mereka naik tahta menjadi Raja dan Ratu, karena setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang bayi perempuan mungil, yang kata mama, cantiknya sama persis sepertiku. Kulitnya putih salju seputih aku, rambutnya sehalus aku, dan anehnya, kata mama, cerewetnya sama juga seperti aku.

Ayahku datang saat itu, dan buatku, walaupun rautnya lelah karena habis kerja, ayah adalah pangeran paling ganteng nomor satu. Tanpa mengganti pakaian kantornya, ayah malah loncat ke kasur dan kami bertiga dalam ranjangku yang mungil. Aku sekarang berada di tengah tengah raja dan ratu  penguasa kerajaan kecil ini. Aku mencium pipi ayah dan mulai mendengarkan mama lagi.

Kata mama, dongeng ini seperti kisah-kisah putri raja sebelumnya, memang tidak ada cerita yang seratus persen tanpa rintangan. Tapi kalau kita yakin, maka halangan-halangan itu akan mudah dilalui dan terselesaikan dengan sendirinya. 
aku juga sebenarnya punya ceritaku sendiri, nanti aku akan cerita pada mereka, bahwa aku juga membangun kerajaan yang isinya hanya kita bertiga, aku; ayah dan mama. Tapi aku sangat bahagia tinggal di dalamnya, cinta dan bahagianya berlimpah. Banyak sekali. Rajaku paling tampan sedunia dan Ratuku amat sangat cantik. Lalu aku? kurang bahagia apalagi?  Aku kan, putrinya.
....

Suara mama jadi samar-samar, aku benar benar mengantuk. Yang bisa kurasakan adalah bibir halus mama yang mencium keningku, lalu kedua pipiku. Ayah juga menciumku. Membenarkan selimut, dan mereka mencium kedua pipiku bersamaan. Mataku terpejam tetapi aku meyunggingkan senyum.

"Selamat malam, Aurora. Tidur nyenyak." 

***

Oh iya, namaku Aurora. Sama seperti putri jagoan mama dulu, umurku sekarang lima tahun. Aku tinggal di kerajaan yang kata ayah telah dimantrai oleh peri-peri kebahagiaan, selamanya.


1 comment:

  1. it is greatest and sweetest story ever told :) sudut pandang sebagai aurora, anak dari ratu dan rajanya, didalami sekali, jadi pendeskripsian latar cerita sangat jelas. pemilahan kata untuk cara bicara aurora juga pas, kegambarin dia banyak tau dan selalu ingin tau. yang jelas, ingin banget punya kamar kayak aurora, hahaha :D

    ReplyDelete