Sunday, November 25, 2012

Selamat Datang, Selamat Kematian

"bisakah kamu diam di sana? tepatnya jauh jauh di belakang, karena masa lalu bukanlah hal yang harus di ingat-ingat melulu.

ataukah harus kupaksa kamu duduk manis?
duduk di antara ingatan ingatan yang akan dibuang dan sedang antri berbaris, kalau kau masih ingin berjalan-jalan saja, bolehkah ku tusuk kedua bola matamu dengan keris?
Lalu kedua tanganmu ku borgol hingga kau kesakitan hingga meringis

sanggupkah kau jatuh tenggelam tenggelam lalu menjadi tiada?
karena untuk apa hidup jika terus menyakiti perasaanku terutama, atau bila kau mau, kutenggelamkan kau sampai napasmu megap-megap, pengap. lalu kau mati kembung dimakan ikan di lepas samudra sana
Secepatnya

tolong, kau wanita yang tampaknya baik hatinya,
tampaknya -luarnya saja
yang;kelihatannya..
tolong, bisakah kamu menjauh dari semua tentang apa yang menjadi milikku, dan apa yang akan terus ku cemburui, dan apa yang akan terus kulindungi, dan apa yang akan terus kusterilisasi (dari kamu), dan apa yang akan terus ku jauhi dari kamu, dan apa yang akan terus kuhindari dari keberadaanmu, dan apa yang akan terus menjadi kebahagiaanku, dan apa yang akan terus menjadikanku egois, dan apa yang akan terus menjadikanku posesif, karena dia milikku satu satunya,
Dia cintaku
Dalam ceritaku
Dia masa-masa yang menjadi akanku
Dan selalu


sebut aku kekanak-kanakkan, sebut aku belum cukup dewasa, panggil aku si pencemburu ulung, sebut aku terlalu menggilainya, katakan aku sebegitu membencimu.
karena jika aku mencintai seseorang, dan sesuatu mengganggu, dan itu terlalu,
jangan sampai kau dengar aku menyapa selamat datang
Jangan sampai kau berkilah bahwa aku belum pernah mengingatkan. Kurang cukupkah?
dengan mata terpicing, dadaku gemuruh sesak dan tinggal emosi yang ada.
Perang?
Bukan. Karena sebelum kau menyerang, kau kalah telak dengan jiwa terkoyak, bahkan tak sempat kau ucapkan selamat tinggal, untuk kelancanganmu yang semaunya saja datang.

sebentar lagi, jangan sampai telingamu mendengar aku berbisik selamat datang, dan menciummu dengan kematian. atau mau kusambut kau dengan cara apa saja? apa saja.
apa saja
apa-saja

***

Gadis itu benar benar marah sekarang, bisa kulihat kedua bola matanya membesar, bulat hitamnya jadi merah darah. alisnya menyipit, keningnya berkerut. Disobeknya boneka beruang yang biasa menghias malam-malam sebelum tidurnya, hingga mata dan tangan lepas jadi dua bagian. Kapas-kapas berhamburan, isi boneka kesayangannya dalam hitungan detik jadi hujan dalam kamar.
Gadis itu benar benar marah sekarang. Dicarinya sepasang sepatu, bergegas
Ia keluar pintu, di tengah malam yang bintangnya muncul satu-persatu.

Ia terkikik, tertawa sepanjang sinar lampu jalan, teringat apa yang telah dilakukannya belum cukuplah mampu membuat si pengganggu itu jera dan menderita.

Ia tahu kemana Ia akan melangkah, kemana keterburu-buruannya seiring dengan kemarahannya yang menderu.
Hingga sampailah Ia di depan jendela, bungkus bungkus eskrim berserakan, berkotak-kotak coklat menutupi sebagian rak buku yang jelas terlihat. Ada stetoskop tergantung, ada beberapa kadaver yang baunya tengik. Ia menutup hidung dari luar, merapatkan kaki, sedikit jinjit. Ia menghirup bau kadaver dan mengintip ke dalam. Oh, rupanya sedang tidur pulas. Mata gadis itu kembali memerah, amarahnya meluap, membanjir, sebelum Ia menjelma menjadi sejilat api, sebelum Ia...

***

Selamat datang. Aku si pencemburu ulung.

"Menyambutmu dengan cara apa-saja"


*kembali menulis cerita pendek, setelah sekian lama, kembali menggunakan diksi-diksi yang cukup remaja.

No comments:

Post a Comment