Monday, September 30, 2013

Gedung Kesenian

betapa kayu merindukan dirinya diinjak didentam dentam, ditapak kaki pekerja seni yang jiwanya tak lelah dan tak mati, kayu menunggu sang seni yang menyetubuh manusia memecah-mecah bagian dirinya yang telah tua dimakan usia.
berpuluh tahun kayu dijatuhi keringat-keringat bau hasil raga estetika. kadang melongok sedikit ke atas mengintip peran apa di sana dan siapa yang sedang ambil peran
penjudi sampai bang haji pernah duduk sila di atasku, kata kayu.

kayu tertawa sendiri melihat mata-mata penonton di seberang sana, menatap terpana atau kadang mengerengut karena tak paham akan mulut seni bicara. bisa jadi menangis sampai matahari datang dari batas pagi. sekedar menyeruput kopi-kopi, berdiskusi.

karena gedung itu tak pernah sepi. di dalamnya ada kayu-kayu yang terus saja menanti, walau lampu lampu sorotnya telah lama mati

kadang ada beberapa sejoli yang sesekali mampir,
untuk kali ini lebih baik tutup mata saja, malas ku lihat mereka berpagutan, kata kayu.

2013

No comments:

Post a Comment