Saturday, September 24, 2011

Trilogi

Menjadi inversi dari setiap kalimat yang dikuliti
Keanehan lazim didapati, tiap hari
Ketika sosokmu tak kutemui pukul enam
Ketika kekosongan jadi fase mengabstrak
Sosokmu menjadi kebutuhan mula kali
Meredup melesap menjadi degup jantung yang terbelah; kupanah jadi dua
Sapaan khas yang jadi kiasan signifikan tidak lagi menjadi sarapan pagi
Kemana kamu? Telaahku. Dimana dirimu?
Mulanya biasa, seminggu hilang jadilah aku anoreksia
Seperti memulung detikan waktu dari sebuah jam yang mati

Kamu:
Meskipun berkali kali dia menerbangkan aku dengan kata-kata yang penuh candu. Tapi saat saat ini, sungguh membuatku ingin melompati waktu.
Tetapi janganlah kita lupa untuk lupa.


Setelahnya masing-masing kita harus berbenah
lantas bergegas pergi dari mimpi kita
Selamat sore, perpisahanku.
Aku bisa saja memberikanmu segalanya saat ini , kecuali satu..
Genggaman tangan di tengah keramaian nanti di luar pintu cokelat ini


“Pukul tiga lain hari, aku tidak  berjanji untuk dapat kita terus bersama.”
Dan aku terus mengecup bibir yang sama dengan yang kekasihmu rasa.


Ketika waktu terbaik itu bisa ku habiskan denganmu, sebaiknya aku tidak bertanya
Karena ku anggap akan lebih baik jika tidak tahu jawabannya
Membiarkanku terus menggedor dan meneriakkan satu nama
Jika saja mengembalikan waktu..
semudah memutar balik arah jarum jam ke sisa yang kita punya

(Rahne)

"Celakanya hanya kaulah yang benar-benar aku tunggu.."

No comments:

Post a Comment