Friday, October 3, 2014

Mengagumimu dari Jauh II

Menyukaimu sama seperti aku menyukai sore hari yang tenang. Diam di pojokan art gallery. Sendirian. Menurut orang pecinta keramaian, untuk apa senang dalam kesunyian. 

Tapi begitulah, karena kamu yang ‘tenang dan kadang menghilang’  itu, maka aku suka. 

Menyukaimu sama seperti aku menyukai malam lepas senja, dan lampu-lampu pinggir jalan mulai menyala- aku memperlambat jalan. Menyukaimu itu buram. Buraman itu mengantar antara tergoda dan tergetar. Kala penyair bersimpul bahwa tergoda adalah awal aku tertarik padanya, sedang tergetar adalah ketika kau telah terlibat atasku… –entahlah, yang jelas melihatmu tersenyum, akan membuat bibirku juga tersenyum.

Tapi begitulah, melihat pipimu memerah, juga membuat pipiku ikut-ikutan merona.

Bahkan menyukaimu membuatku lebih senang diam membatu, lantas melamun. Bukannya menuliskan semua dalam kertas dan pena. Itu karena aku terlalu menikmati menyukaimu dalam diam. Hingga menjelaskannya pada pena dan kertas pun-aku tak sudi. Padahal kata penyair, banyak yang dapat dieksplorasi dari rasa jatuh-cinta. Karena ketika kau menjadi orang yang sedang kasmaran karenanya, kau bisa jadi pujangga kelas dunia. 
Katanya.

Tapi begitulah, untuk yang satu ini. Aku tidak mau berbagi.

Aku menikmati tiap riak-riak perasaan. Ingin rasanya kudekap jantungku sendiri. Ia melincah ketika kau lewat. Gawat. Ia memberikan kejutan-kejutan bagi tubuhku yang lain. Aku makin menikmati ketika semua orang memanggilku penakut bahkan pengecut.

Tapi begitulah, menyukaimu diam-diam jauh lebih indah. 

Ternyata. 

Dikatakan atau tidak dikatakan, itu tetap cinta...


*terima kasih Tulus - Mengagumi dari Jauh yang diputar berulang-ulang. Hingga laptop ini menjadi panas.

No comments:

Post a Comment