Thursday, September 22, 2022

I'll see you around. 2021.

Ini adalah beberapa yang tertangkap di luar kata

Setelah kita melumat petang di Martadinata

Apakah selamanya akan ada?

Atas seluruh jawaban ini kusisip Martini

Cawan ini dari nirwana, rasanya.


Gemawan menarik rupa, ada matahari tembus di dalam dada

Anglaksa luka memerih tiada

Bersandar pada angin bulan September

Riak dalam mataku menyanyikan lagu, dan

Ia tidak suka ditanya, kecuali

Elang menyuruhnya pulang, untuk kembali ke;

Lautan biru di sudut pipimu


Menuliskanmu perlahan di angkasa, bersama

Opus yang kaunyanyikan menggema di telinga

Nanti, Aku menyimpan suaramu dengan hati-hati di celah kemejaku

Dan Bandung kembali jadi bibir-bibir bisu 

Ini kaldera rindu yang selalu menggandakan diri tanpa tahu waktu



                                     

                                                              I'll see you around. 

Thursday, September 1, 2022

Sore itu, Ternyata

Di garis-garis tanganmu,

ada empat tokoh

berkejaran

berlarian

memutar-mutar jalan cerita

menunggu

kapan waktunya


SI Putri berlari ke arah ujung kelingking

menunggu Pangeran 

bersepeda ke tengah

kurcaci mengikuti dari buku jari

berlompatan

dua lainnya

membaca buku di bukit 


Waktunya Pangeran masuk ke puisiku! 

2022.

Sepanjang Trotoar Jalan Hegarmanah

doa-doa kedaluwarsa

kembali terhidangkan

bersilekas menghapus 

kesedihan yang tak beradab

kenangan menuntun lampah si Perempuan


di pohon jati kesembilan

mereka berciuman

terpagut memungut sisa

yang sebetulnya mungkin bisa

dibaringkan bersama matahari

yang kabur mengungsi


2022

Kedatangan

Mereka telah mengetahui

Sejak lama

Ada laut di kepalaku

dengan rintik hujan

di kedalamannya


Mengangkat gelas risau, getir robek lampau

Angkasa tidak lagi jadi tempat memintal mimpi

Kosong terpecahkan dengan belati;

Kanan, kiri

dan 

hampa diperas jadi riuh yang asing


Kemudian hidup; serta merta

Memberiku spasi

yang menjemput jarak

untuk kembali


2022

Saturday, February 19, 2022

Pada Suatu Hari yang Hujannya Deras Sekali

Pada suatu hari yang hujannya deras sekali.

Ada seloyang pizza stuffed crust yang hampir habis, kartu remi, sebotol anggur, sisa kacang tanah dalam bungkus plastik, dan televisi yang terus menyala. Dia meneriakiku dengan parau suara, mata yang menahan airnya,  dan tubuh yang menolak untuk rubuh. 


Aku cuma bisa duduk di sampingnya, mengelus rambut yang anaknya banyak sekali. Sepinggang, tidak pernah lebih pendek atau lebih panjang. Mendengar napas yang terburu-buru, menunggu hingga Ia lebih tenang, baru rencananya akan Aku mulai bicara. 

Tidak pernah mudah membuatnya membuka mulut. Harus nyaman dulu, selalu begitu.


Pada suatu hari yang hujannya deras sekali.

Ada mobil yang berhenti tetiba, di kiri trotoar Jalan Pelajar Pejuang, tidak berniat menepi. Ia turun dan membiarkan dirinya basah kuyup. Aku hanya takut dia kedinginan dan nantinya meriang. Badannya langsing tinggi, sedikit kurang lemak. Semakin aneh, Ia terus berjalan, dengan tas, sepatu, rok rajut  yang kutahu merknya mahal semua.


Pada suatu hari yang hujannya deras sekali.

Ia hanya menyodorkan telapak tangannya untuk kugenggam. Wajahnya jelita, namun terlihat angkuh karena tak ada senyum sama sekali. Halus kulitnya, dan selalu hangat. Mungkin yang lahir pagi ini bukan ketenangan baginya, mungkin memang belum ketemu. Tapi kuperhatikan, Ia selalu mencari. Keping yang tidak pernah diketahui keberadaannya sama sekali. 


Aku juga jadi ikut bingung.


“Akhirnya tangismu berhenti, masih kosong?”

Tanpa jawaban.

“Ruangnya sudah diperbaiki?”

Masih, tanpa jawaban.


Tolong beritahu Aku bagaimana caranya untuk bisa menembus galaksi mini yang ada di kepalanya. Hanya senyum yang tipis keluar setelah dua pertanyaan itu terlontar. Dan Ia peluk Aku dalam-dalam. 



2022