ada yang selalu kutanyakan, kepada penyair
tentang huruf yang hilang dalam puisi ini. aku curiga
kau mencurinya, tanpa alasan. sama seperti kenangan-kenangan
yang kau
yang kau
hilangkan
dan darahku
kau
kering kerontangkan
kau
kering kerontangkan
masihku mencari-cari, gelisah
dengan mata yang kedua bolanya, merah
ada huruf yang hilang dari puisi ini, entah
dengan mata yang kedua bolanya, pecah
ada yang selalu kutanyakan, kepada penyair
tentang huruf yang hilang dalam puisi ini, masihkah bisa jadi syair
sampai kapan kumelipir dan mangkir?
Sen yıllardır yazıp bitiremediğim şiir
Senin, Selasa; kau menggoyang cakrawala,
kedatanganmu serupa deru gempa pada semesta
Senin, Selasa; matamu langit tosca
Anladım sendin aradığım hayatım boyunca
ada yang selalu kutanyakan, kepada penyair
tentang huruf yang hilang dalam puisi ini; Ah ya sudah, biarkanlah. mungkin
ketidaksempurnaan akan selalu jadi teka-teki.
sampai bertemu lagi dalam waktu yang mati
kini kutanyakan padamu, bukan pada si penyair lagi;
bolehkah aku pinjam itu mata coklat selai roti?
supaya nanti, lain kali saat mencuri
bisa kau aku pergoki.
* Anggap saja ini sebuah alegori. Bagiku, kau adalah intrepretasi dari segala bentuk puisi.
2016.
No comments:
Post a Comment