Kalian percayakah?
Bahwa setiap jiwa-jiwa
memiliki tempat untuk pulang?
Sama seperti kekata
dan bahasa
yang bermetafora
karena jauh bertualang?
sila tambahkan akun DermagaSastra di jejaring sosial LINE kalian, untuk sekedar bermain dengan angin malam di tepi, atau untuk melihat kepulangannya.
Thursday, January 21, 2016
20-1-2016
Aku kembali menulis sajakku untukmu,
Takut, takut, sayang...
Sekarang musim hujan
Takut rinduku terbawa derasnya kenangan
Aku kembali menulis sajakku untukmu,
Takut, takut, sayang...
Sekarang duaribulimabelas di Desember
Takut kental ingatku lebar meleber
Aku kembali menulis sajakku untukmu.
Takut, takut sayang...
Sekarang jaman sudah edan eling
Takut cemas rinduku kabur digondol maling
Aku kembali menulis sajakku untukmu
Takut, takut sayang...
Sekarang cuaca kurasa tambah dingin
Takut genggam rinduku jadi makin-makin
Kalau tak aku sampaikan, katanya
Mana mungkin kau bisa tahu
Ah, tapi kuhanya ingin
memberimu
Separuh?
Bukan, bukan sayang.
Seluruh.
Masih kurang?
Memang,
sekarang....
Ah, bagaimana kalau kita bercinta saja dahulu?
Sofa merah empukmu membungkam,
kubiarkan pasrah
ragaku
Kautikam
jiwaku
Kauselam
Takut, takut, sayang...
Sekarang musim hujan
Takut rinduku terbawa derasnya kenangan
Aku kembali menulis sajakku untukmu,
Takut, takut, sayang...
Sekarang duaribulimabelas di Desember
Takut kental ingatku lebar meleber
Aku kembali menulis sajakku untukmu.
Takut, takut sayang...
Sekarang jaman sudah edan eling
Takut cemas rinduku kabur digondol maling
Aku kembali menulis sajakku untukmu
Takut, takut sayang...
Sekarang cuaca kurasa tambah dingin
Takut genggam rinduku jadi makin-makin
Kalau tak aku sampaikan, katanya
Mana mungkin kau bisa tahu
Ah, tapi kuhanya ingin
memberimu
Separuh?
Bukan, bukan sayang.
Seluruh.
Masih kurang?
Memang,
sekarang....
Ah, bagaimana kalau kita bercinta saja dahulu?
Sofa merah empukmu membungkam,
kubiarkan pasrah
ragaku
Kautikam
jiwaku
Kauselam
Sunday, January 17, 2016
On the way, Sayang!
Aku berlayar, kemudian berlabuh
Menaung teduh, kayu-kayuku rapuh
Sepertinya rayap disuruhmu menggaduh
agar ini perahu cepat kembali dikayuh
persediaan makananku masih utuh,
padahal
dan tenagaku masih cukup di tubuh,
padahal
Nanti, sayang... Di depan pintu, aku ingin kau rengkuh
lelahku, peluhku
kau basuh
jangan! jangan misuh-misuh
di tengah lautan sana
dengan siapa aku selingkuh?
Nanti, sayang... Di depan pintu, aku ingin kau
sentuh
peluhku
basuh
penatku
setubuh
jiwaku
rubuh
lelahku
jangan! jangan misuh-misuh
sayang
di tengah lautan sana,
dengan siapa aku selingkuh?
---lagipula
di hatimu
kubenamkan sauh
dalam; jauh.
Menaung teduh, kayu-kayuku rapuh
Sepertinya rayap disuruhmu menggaduh
agar ini perahu cepat kembali dikayuh
persediaan makananku masih utuh,
padahal
dan tenagaku masih cukup di tubuh,
padahal
Nanti, sayang... Di depan pintu, aku ingin kau rengkuh
lelahku, peluhku
kau basuh
jangan! jangan misuh-misuh
di tengah lautan sana
dengan siapa aku selingkuh?
Nanti, sayang... Di depan pintu, aku ingin kau
sentuh
peluhku
basuh
penatku
setubuh
jiwaku
rubuh
lelahku
jangan! jangan misuh-misuh
sayang
di tengah lautan sana,
dengan siapa aku selingkuh?
---lagipula
di hatimu
kubenamkan sauh
dalam; jauh.
weheartit.com
Subscribe to:
Posts (Atom)