Beberapa menit sebelum menulis ini, saya tergeletak di atas kasur dan mulai sibuk
gadget-ing, check path, line, BBM dengan sahabat-sahabat, melamun, gelisah,
lalu merenung.
Hal apa yang kiranya baik untuk menutup tahun ini? setelah berjalan-jalan
sore tadi, saya memutuskan untuk menulis. oh ya, sebelum menulis,tidak lupa
saya bersyukur. berterima kasih, atas usia dan waktu yang (ternyata) masih
dipercayai untuk tetap bersama saya. Hingga saat ini.
Dan apa yang mau ditulis? Tentang apa? Tentang berterima. Hal baik yang
harus dibiasakan, ya toh?
Di awal delapan belas tahun saya, tepatnya setahun lalu, masih
galau-galaunya tentang kelulusan Ujian Nasional, lupa persisnya, tapi yang saya
ingat bulan April tahun lalu masih berbau khas kertas LJK (lebay).
Di delapan belas tahun pada awalnya, diwarnai banyak keputusan-keputusan berat yang harus
saya ambil, ada beberapa kehilangan (dengan sengaja dihilangkan, sebenarnya) yang
begitu besar, yang kata orang, berani-beraninya, dan sangat bodohnya saya untuk menghilangkan
itu, bersanding dengan ketiadaan, saya juga mendapatkan kelahiran-kelahiran
baru yang amat-sangat-berharga. Ada gula, ada kopi, ada manis ada pahit, ada
masa galau, bahagia, labil, stabil dan keselaluan berproses.
Awal perkuliahan, proses. Awal pedekate, proses. Awal pendewasaan, proses. Semua
awal dan berproses. Awal memilih mana yang baik, enak, salah, sakit, benar,
juga proses. Sampai umur ke delapanbelas, saya (masih) termasuk orang yang
mempercayai proses. Momentum awal perkuliahan, misalnya; orang baru, transisi
dari putih abu menjadi ‘maha’-siswa, bertemu dengan banyak orang, banyak ilmu,
banyak pelajaran. Kebiasaan baru, passion baru, target-target baru, impian
baru, yang rasanya, ‘perkuliahan’ mendekatkan dan menjadi regulator,
fasilitator itu semua. Oh ya, khusus saya mengucap terima kasih untuk mimpi-mimpi lama yang betah dan tanpa menjadi usang, selalu berada dekat saya. yang sampai sekarang nyatanya masih belum kesampaian, he..he.. terima kasih untukNya, atas izinnya lah saya diberikan konsistensi untuk terus percaya pada mimpi.
Bagaimana semua itu melatih saya, untuk menjadi orang yang lebih ‘manusia’. Lebih
melihat, mendengar, lebih vokal, lebih peka. Segala bentuk diskusi dengan
orangtua, dengan teman, pacar, sahabat, adik-kakak. Segala macam perdebatan,
perkelahian, ketidaksamaan sudut. Segala jenis keputusan, musyawarah, mufakat. Mengalah,
keluar dari ‘kotak aman’ kita, untuk belajar lebih berani pushing limits saya,
mencomot comot hal yang dirasa positif dan match dengan kepribadian, membentuk,
menebalkan, mengasah karakter dan menabraknya dengan hal kontras, untuk menjadi pribadi yang semakin tumbuh
berkembang.
Dari sekian banyak yang harus diucapkan terima kasih, dan tanpa bermaksud memilah-milah karunia yang telah diberi, saya amat sangat bahagia.
Doa saya di awal April tahun lalu, didengar dan dikabul,
saya diperkenankan, didekatkan, dipercayai, hingga akhirnya diberikan (juga tentu memiliki) yang saya butuhkan.
Banyak terima kasih, untukNya. Atas segala. Duka, bahagia, adalah karunia.