Wahai yang menyesatkan pikiran dalam settingan waktu,
yang membuat semesta jadi debu,
Aku, rindu.
Tuesday, September 27, 2011
Sunday, September 25, 2011
Kata, Berkata
Mungkin kau sekarang menerka
Dengan siapa kau bermain rasa
Mungkin sekarang kau mulai mengerti
Dengan siapa kau bermain hati
Mungkin kau mulai merasa takut
Dengan hatimu, yang ternyata terpaut
Mungkin kau pelan-pelan tahu
Dengan siapa kau beradu cumbu
Aku senang bermain dengan rima
Kau senang bermain cinta
Aku senang bermain dengan perasa
Kau senang menjadi pelupa
Dengan siapa kau bermain rasa
Mungkin sekarang kau mulai mengerti
Dengan siapa kau bermain hati
Mungkin kau mulai merasa takut
Dengan hatimu, yang ternyata terpaut
Mungkin kau pelan-pelan tahu
Dengan siapa kau beradu cumbu
Aku senang bermain dengan rima
Kau senang bermain cinta
Aku senang bermain dengan perasa
Kau senang menjadi pelupa
Saturday, September 24, 2011
Trilogi
Menjadi inversi dari setiap kalimat yang dikuliti
Keanehan lazim didapati, tiap hari
Ketika sosokmu tak kutemui pukul enam
Ketika kekosongan jadi fase mengabstrak
Sosokmu menjadi kebutuhan mula kali
Meredup melesap menjadi degup jantung yang terbelah; kupanah jadi dua
Sapaan khas yang jadi kiasan signifikan tidak lagi menjadi sarapan pagi
Kemana kamu? Telaahku. Dimana dirimu?
Mulanya biasa, seminggu hilang jadilah aku anoreksia
Seperti memulung detikan waktu dari sebuah jam yang mati
Kamu:
Meskipun berkali kali dia menerbangkan aku dengan kata-kata yang penuh candu. Tapi saat saat ini, sungguh membuatku ingin melompati waktu.
Tetapi janganlah kita lupa untuk lupa.
Setelahnya masing-masing kita harus berbenah
lantas bergegas pergi dari mimpi kita
Selamat sore, perpisahanku.
Aku bisa saja memberikanmu segalanya saat ini , kecuali satu..
Genggaman tangan di tengah keramaian nanti di luar pintu cokelat ini
“Pukul tiga lain hari, aku tidak berjanji untuk dapat kita terus bersama.”
Dan aku terus mengecup bibir yang sama dengan yang kekasihmu rasa.
Ketika waktu terbaik itu bisa ku habiskan denganmu, sebaiknya aku tidak bertanya
Karena ku anggap akan lebih baik jika tidak tahu jawabannya
Membiarkanku terus menggedor dan meneriakkan satu nama
Jika saja mengembalikan waktu..
semudah memutar balik arah jarum jam ke sisa yang kita punya
(Rahne)
"Celakanya hanya kaulah yang benar-benar aku tunggu.."
Keanehan lazim didapati, tiap hari
Ketika sosokmu tak kutemui pukul enam
Ketika kekosongan jadi fase mengabstrak
Sosokmu menjadi kebutuhan mula kali
Meredup melesap menjadi degup jantung yang terbelah; kupanah jadi dua
Sapaan khas yang jadi kiasan signifikan tidak lagi menjadi sarapan pagi
Kemana kamu? Telaahku. Dimana dirimu?
Mulanya biasa, seminggu hilang jadilah aku anoreksia
Seperti memulung detikan waktu dari sebuah jam yang mati
Kamu:
Meskipun berkali kali dia menerbangkan aku dengan kata-kata yang penuh candu. Tapi saat saat ini, sungguh membuatku ingin melompati waktu.
Tetapi janganlah kita lupa untuk lupa.
Setelahnya masing-masing kita harus berbenah
lantas bergegas pergi dari mimpi kita
Selamat sore, perpisahanku.
Aku bisa saja memberikanmu segalanya saat ini , kecuali satu..
Genggaman tangan di tengah keramaian nanti di luar pintu cokelat ini
“Pukul tiga lain hari, aku tidak berjanji untuk dapat kita terus bersama.”
Dan aku terus mengecup bibir yang sama dengan yang kekasihmu rasa.
Ketika waktu terbaik itu bisa ku habiskan denganmu, sebaiknya aku tidak bertanya
Karena ku anggap akan lebih baik jika tidak tahu jawabannya
Membiarkanku terus menggedor dan meneriakkan satu nama
Jika saja mengembalikan waktu..
semudah memutar balik arah jarum jam ke sisa yang kita punya
(Rahne)
"Celakanya hanya kaulah yang benar-benar aku tunggu.."
Tuesday, September 6, 2011
Tetap
Ketika cinta datang perlahan,
Seperti rumput yang jatuh di taman dekat jendela pagi hari
Dan pada saat itu menyadari
Bahwa daun jatuh tak pernah dengan keinginan sendiri
Seperti cinta, tuhan memberi
Pada kita.
Tidak pernah tahu.
Inikah yang tuhan beri? Ketika aku meminta mengicip sebuah rasa
Rasa yang jatuh dari lapis atmosfer ke lima
Yang bahagianya terhempas, dan tegak menjadi senyum yang lama
Yang bisa membuatku merangkai galaksi mini
Menjadi kuas dalam lembayung mega kali ini
Seperti rumput yang jatuh di taman dekat jendela pagi hari
Dan pada saat itu menyadari
Bahwa daun jatuh tak pernah dengan keinginan sendiri
Seperti cinta, tuhan memberi
Pada kita.
Tidak pernah tahu.
Inikah yang tuhan beri? Ketika aku meminta mengicip sebuah rasa
Rasa yang jatuh dari lapis atmosfer ke lima
Yang bahagianya terhempas, dan tegak menjadi senyum yang lama
Yang bisa membuatku merangkai galaksi mini
Menjadi kuas dalam lembayung mega kali ini
Friday, September 2, 2011
selamat malam
"Ketika subuh pecah, aku terbangun sejenak, melihatmu di sampingkut tertidur pulas. Kusentuh pipimu, ku telusuri tiap halus wajahmu. Melihat seluruh letihmu malam ini, dan mencoba menepisnya.
Ku kecup pipimu, kamu tidak terusik. Sepertinya tidurmu nyenyak sekali.
Ku genggam tanganmu, kamu tidak tergerak. Kelelahan sudah jelas menggerayangi badanmu.
Aku bersyukur tuhan memberiku satu bidadari cantik untuk ikut bersama-sama menopang dunia bersamaku hingga akhir kelak.
Aku mencintaimu."
Ku kecup pipimu, kamu tidak terusik. Sepertinya tidurmu nyenyak sekali.
Ku genggam tanganmu, kamu tidak tergerak. Kelelahan sudah jelas menggerayangi badanmu.
Aku bersyukur tuhan memberiku satu bidadari cantik untuk ikut bersama-sama menopang dunia bersamaku hingga akhir kelak.
Aku mencintaimu."
Subscribe to:
Posts (Atom)